Pemerintah Indonesia memfokuskan perhatian untuk meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan dalam penyediaan listrik. Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru, target penambahan kapasitas pembangkit listrik untuk sepuluh tahun ke depan ditetapkan sebesar 76 persen berasal dari energi terbarukan.
Dengan total penambahan kapasitas yang diperkirakan mencapai 69,5 gigawatt, setara dengan sekitar 42,1 gigawatt yang diharapkan akan diperoleh dari sumber energi baru terbarukan. Target ambisius ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menanggulangi isu perubahan iklim dan memperkuat sektor energi di Indonesia.
Sebelumnya, Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN, Suroso Isnandar, menyatakan bahwa program pengembangan kapasitas listrik ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat. Ia menambahkan bahwa target ini juga mencakup berbagai sumber seperti tenaga surya, angin, panas bumi, dan lainnya.
Target Ambisius dalam Rencana Energi Terbarukan Indonesia
Dalam upaya mencapai target tersebut, pemerintah menjadwalkan sejumlah proyek yang diharapkan dapat meningkatkan produksi energi terbarukan secara berkelanjutan. Penjabaran dalam RUPTL menunjukkan bahwa PLN berkomitmen untuk mencapai 70 ribu megawatt tambahan dalam sepuluh tahun ke depan.
Diantaranya, 7,2 gigawatt akan berasal dari tenaga angin, 17,1 gigawatt dari tenaga surya, dan 5,2 gigawatt dari energi panas bumi. Sumber energi hidro diharapkan memberikan kontribusi sebesar 11,7 gigawatt, sementara bioenergi dan nuklir masing-masing ditargetkan sebesar 0,9 gigawatt dan 0,5 gigawatt.
Selain itu, penyimpanan energi berkapasitas 10,3 gigawatt akan menjadi bagian penting dari strategi mencapai net-zero emission pada tahun 2060. Suroso menegaskan bahwa keseluruhan rencana ini sejalan dengan komitmen pemerintah terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca.
Permasalahan Pendanaan dalam Proyek Energi Terbarukan
Meskipun ada komitmen kuat untuk transisi energi, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa, mengungkapkan bahwa pendanaan tetap menjadi tantangan. Ia menjelaskan bahwa meskipun investasi global dalam energi terbarukan meningkat, aliran dana ke negara berkembang seperti Indonesia masih tergolong rendah.
Fabby menjelaskan bahwa investor cenderung mencari proyek yang layak dan bankable. Menurutnya, banyak proyek energi terbarukan di Indonesia tidak memenuhi kriteria tersebut akibat kebijakan dan regulasi yang ada. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam menarik minat investasi yang lebih besar untuk sektor ini.
Di sisi lain, Fabby menunjukkan optimisme terkait upaya perbaikan dalam kebijakan dan regulasi, yang diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi investasi energi terbarukan. Proses ini diharapkan dapat mempercepat transisi menuju penggunaan energi yang lebih berkelanjutan.
Keterlibatan Pemangku Kepentingan dalam Transisi Energi
Berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, lembaga swasta, dan masyarakat, diharapkan dapat berkolaborasi dalam mencapai target energi terbarukan. Keberhasilan transisi ini membutuhkan dukungan tidak hanya dari regulasi, tetapi juga akses finansial yang lebih baik.
Lebih lanjut, keterlibatan masyarakat sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan terhadap penggunaan energi terbarukan. Edukasi mengenai manfaat energi terbarukan dapat mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proyek-proyek yang mendukung transisi ini.
Memanfaatkan peluang untuk investasi dalam energi terbarukan juga dapat menjadi daya tarik bagi investor asing. Keterbukaan terhadap teknologi baru dan inovasi dalam sektor energi dapat menjadi kunci untuk mempercepat implementasi proyek energi yang lebih bersih dan efisien.