Menteri Keuangan baru-baru ini mengumumkan rencana ambisius untuk meningkatkan target penerimaan perpajakan dalam Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Dengan target mencapai hampir Rp2.700 triliun, langkah ini diharapkan dapat mendukung pembangunan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Dalam dokumen Nota Keuangan yang dipublikasikan, tertulis bahwa proyeksi ini mencerminkan optimisme terhadap kinerja ekonomi nasional yang membaik. Selain itu, rencana ini juga mempertimbangkan sejumlah tantangan dan potensi yang ada di sektor perpajakan.
Target Penerimaan Perpajakan dalam RAPBN 2026
Dalam RAPBN 2026, target penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai Rp2.692 triliun, dengan pertumbuhan 12,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ini juga setara dengan 10,47 persen dari produk domestik bruto (PDB) untuk tahun 2026, menunjukkan signifikansi penerimaan pajak terhadap perekonomian negara.
Target ini terbagi menjadi dua bagian utama. Pertama, penerimaan pajak yang diharapkan mencapai Rp2.357,7 triliun, meningkat 13 persen dibanding tahun lalu, menunjukkan dinamika positif di sektor ini.
Komponen terbesar dari target tersebut adalah pajak penghasilan (PPh) yang diproyeksikan mencapai Rp1.209,4 triliun, naik 15 persen dari tahun sebelumnya. Ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kontribusi pajak dari individu dan perusahaan kepada negara.
Mengenai pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), target ditetapkan sebesar Rp995,3 triliun. Penetapan target ini mencerminkan upaya pemerintah untuk memperluas basis pajak sekaligus tetap menjaga keseimbangan dengan kebutuhan masyarakat.
Sementara itu, pajak bumi dan bangunan (PBB) pada tahun 2026 ditargetkan sebesar Rp26,1 triliun, mengalami penurunan 13,1 persen. Hal ini mungkin terkait dengan kebijakan pemerintah dalam mengelola aset dan properti yang lebih efektif.
Penerimaan Kepabeanan dan Cukai dalam Rencana Anggaran
Bagian kedua dari target penerimaan perpajakan adalah kepabeanan dan cukai, yang diperkirakan mencapai Rp334,3 triliun. Angka ini menunjukkan bahwa pemerintah berkomitmen untuk memaksimalkan pendapatan dari sektor perdagangan internasional dan produk-produk yang dikenakan cukai.
Penerimaan ini akan sangat bergantung pada kebijakan perdagangan dan pengaturan yang akan diimplementasikan. Pemerintah juga menyadari pentingnya menciptakan iklim perdagangan yang sehat dan bersahabat untuk masyarakat.
Sri Mulyani menekankan bahwa dalam pencapaian target ini, pemerintah akan berupaya sebaik mungkin untuk tidak membebani masyarakat yang berpenghasilan rendah. Dengan kata lain, pajak yang dikenakan akan sesuai dengan kemampuan masyarakat.
Hal ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam menciptakan sistem perpajakan yang adil dan merata. Sebagaimana diungkapkan dalam berbagai forum, keadilan dalam sistem perpajakan menjadi salah satu tujuan utama yang ingin dicapai.
Dalam konferensi pers yang diadakan, Menteri Keuangan menyatakan, “kita tidak akan memungut pajak dari masyarakat miskin”, sebuah langkah yang diharapkan dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat terhadap pemerintah.
Menyiapkan Infrastruktur untuk Penerimaan yang Optimal
Peningkatan target penerimaan perpajakan juga harus diimbangi dengan penyediaan infrastruktur yang memadai. Tanpa infrastruktur yang baik, proses pemungutan pajak bisa terhambat dan mengakibatkan potensi penerimaan yang hilang. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk melakukan investasi di sektor ini.
Reformasi perpajakan menjadi langkah krusial dalam mendukung pencapaian target ini. Melalui reformasi, diharapkan proses pemungutan pajak menjadi lebih efisien dan transparan.
Selain itu, penciptaan sistem informasi yang terintegrasi akan mempermudah pelaporan dan pemantauan penerimaan pajak. Teknologi digital ini bisa menjadi alat penting dalam mendorong kepatuhan masyarakat terhadap kewajiban perpajakan.
Kerjasama antara pemerintah dan berbagai sektor lain juga diperlukan dalam mencapai target ini. Sinergi antara lembaga pemerintahan, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting dalam membangun dasar penerimaan perpajakan yang lebih kuat.
Akhirnya, konsistensi dalam kebijakan perpajakan akan menciptakan kepastian bagi para wajib pajak. Dengan kepastian hukum, masyarakat akan lebih terdorong untuk memenuhi kewajiban perpajakan mereka.