Memiliki rumah adalah impian bagi banyak orang, terutama bagi masyarakat Yogyakarta yang hidup dengan penghasilan terbatas. Meskipun Upah Minimum Regional (UMR) di daerah ini mengalami pertumbuhan, realita harga rumah masih menghadirkan tantangan besar bagi warga yang berusaha mewujudkan impian tersebut.
Menurut data, UMR Yogyakarta untuk tahun 2025 adalah Rp 2.655.041. Jika warga menyisihkan 30 persen dari upahnya untuk tabungan rumah, jumlah yang dapat ditabung hanya sekitar Rp 796.512 setiap bulannya, jauh dari cukup untuk membeli rumah dengan harga rata-rata miliaran.
Sebagai contoh konkret, harga rumah di Yogyakarta yang mencapai Rp 950 juta memerlukan waktu hingga 99 tahun untuk dicicil dengan tabungan bulanan tersebut. Tentu saja, ini bukanlah opsi yang realistis mengingat kebutuhan hidup lainnya.
Menghadapi Tantangan Membeli Rumah di Yogyakarta
Dalam menghadapi kesulitan ini, banyak warga Yogyakarta mencoba beradaptasi dengan menekan pengeluaran yang tidak perlu. Beberapa dari mereka bahkan mengurangi hobi dan aktivitas rekreasi untuk mengalokasikan dana mereka ke tabungan rumah.
Ibal, seorang karyawan yang meski memiliki hobi bermain musik, memutuskan untuk mengurangi pengeluaran demi menabung. Dengan memprioritaskan tabungan, ia berharap suatu saat dapat memiliki rumah sendiri meski harus berpangku pada impian.
Dia menyoroti fakta bahwa harga rumah di daerah lain, misalnya di Sumatera, jauh lebih terjangkau. Bahkan dalam kisaran harga Rp 200 juta, seseorang sudah bisa mendapatkan rumah dekat pusat kota. Perbandingan tersebut memberikan gambaran betapa sulitnya situasi di Yogyakarta.
Pentingnya Akses Terhadap Rumah Subsidi
Sebenarnya, ada juga opsi rumah subsidi yang bisa dipertimbangkan untuk mendapatkan hunian dengan harga lebih terjangkau. Namun, akses informasi mengenai program-program tersebut masih sangat minim.
Ibal berpendapat bahwa penting untuk melakukan perhitungan ulang mengenai UMR agar lebih realistis dengan kebutuhan sehari-hari masyarakat. Dengan penyesuaian tersebut, diharapkan akan ada lebih banyak peluang bagi warga untuk memiliki rumah.
Ia juga menekankan perlunya peningkatan promosi terkait rumah subsidi, baik mengenai harga, luas bangunan, maupun fasilitas yang ditawarkan agar calon pembeli tidak bingung dengan informasi yang tersedia.
Inflasi dan Pertumbuhan Harga Rumah yang Pesat
Kenaikan harga rumah di Yogyakarta juga dipengaruhi oleh pertumbuhan infrastruktur yang pesat. Proyek-proyek infrastruktur seperti tol Solo–Yogyakarta–YIA memberikan kontribusi signifikan terhadap meningkatnya daya tarik kawasan untuk investasi properti.
Data menunjukkan bahwa pertumbuhan harga rumah seken di Yogyakarta melampaui inflasi nasional, dengan angka mencapai 10,9% pada April 2025. Inflasi yang rendah seharusnya memberikan ruang bagi kenaikan gaji, namun kenyataannya kenaikan gaji tidak sebanding dengan pertumbuhan harga rumah.
Hal ini membuat warga Yogyakarta semakin kesulitan untuk membeli rumah, meski mereka menginginkannya. Kenaikan yang tidak terduga justru membuat mimpi tentang memiliki rumah menjadi semakin jauh dari jangkauan.
Solusi untuk Warga yang Ingin Membeli Rumah
Salah satu solusi yang bisa dipertimbangkan adalah mencari alternatif pendanaan seperti KPR atau program bantuan dari pemerintah. Dengan strategi yang tepat, impian memiliki rumah mungkin masih bisa tercapai meskipun dalam kondisi yang menantang.
Selain itu, kerja sama dengan pengembang yang menawarkan program cicilan yang lebih fleksibel bisa menjadi contoh tindakan yang menguntungkan kedua belah pihak. Pengembang pun bisa mendapatkan pembeli setia melalui penawaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kerja sama antara pemerintah dan pengembang juga bisa membuka peluang baru dalam menciptakan kawasan hunian yang lebih terjangkau dan terjangkau oleh masyarakat.