Penguatan aspek Governance, Risk, and Compliance (GRC) kini menjadi fokus utama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kebijakan ini tidak hanya dimaksudkan memenuhi regulasi, tetapi juga sebagai langkah strategis dalam memajukan sektor jasa keuangan dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Pernyataan tersebut diungkapkan dalam ajang OJK Risk and Governance Summit (RGS) 2025 yang berlangsung di Jakarta. Pada kesempatan itu, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menekankan pentingnya integrasi antara sektor, regulasi yang adaptif, dan kebijakan fiskal-moneter yang harmonis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan resilient.
Forum RGS 2025 yang bertemakan “Empowering the GRC Ecosystem to Drive Economic Growth and National Resilience” berfungsi sebagai platform strategis untuk memperkuat ekosistem GRC di sektor jasa keuangan. Ditekankan bahwa peningkatan GRC adalah kunci untuk menjaga stabilitas, membuka peluang pertumbuhan, dan memperkuat ketahanan nasional dalam menghadapi perubahan global.
Peran Strategis GRC dalam Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan
Mahendra menganggap pentingnya penguatan GRC dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang stabil. Ia percaya bahwa dengan kebijakan GRC yang baik, sektor jasa keuangan bisa lebih siap menghadapi tantangan di era digitalisasi saat ini.
Pemberdayaan ekosistem GRC yang adaptif dan kolaboratif menjadi hal esensial. Di tengah meningkatnya risiko baru seperti kejahatan siber dan penipuan lintas batas, pendekatan yang lebih terintegrasi dalam tata kelola sangat diperlukan.
OJK berkomitmen untuk melanjutkan sinergi dengan lembaga negara, lembaga jasa keuangan (LJK), serta asosiasi profesi GRC. Tujuannya adalah membangun sebuah tata kelola yang berlandaskan profesionalisme dan integritas, yang akan mendukung pencapaian tujuan bersama.
Fokus pada Kolaborasi Strategis dan Keselarasan Nilai
Menurut Ketua Dewan Audit OJK, Sophia Wattimena, penguatan GRC juga sangat diperlukan untuk mendorong misi penguatan sektor jasa keuangan. Transformasi tata kelola diharapkan dapat menjadi strategi kunci dalam mewujudkan cita-cita Visi Indonesia Emas 2045.
Sophia menjelaskan bahwa untuk membangun ekosistem GRC yang tangguh, filosofi Ki Hajar Dewantara bisa menjadi acuan. Konsep “ing ngarsa sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani” sejalan dengan nilai-nilai inti RGS, yaitu keteladanan, guidance, dan support.
Optimisme dalam memperkuat ekosistem GRC juga disampaikan oleh berbagai pemangku kepentingan. Dengan meningkatnya kompleksitas risiko, penguatan GRC tak hanya menjadi kewajiban, tetapi kebutuhan mendesak bagi perusahaan di sektor jasa keuangan.
Pentingnya Tata Kelola Kolaboratif untuk Mendorong Akuntabilitas
Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Budi Prijono, menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam tata kelola. Pengendalian risiko yang efektif, transparansi, dan akuntabilitas menjadi fondasi penting untuk pembangunan berkelanjutan menuju 2045.
Budi menegaskan bahwa penguatan GRC harus melibatkan kemitraan yang kuat antar sektor serta partisipasi aktif di tingkat global. Ini akan menjadikan tata kelola lebih solid dan kredibel.
RGS 2025 pun menghadirkan sesi diskusi panel interaktif dengan narasumber ahli, fokus pada strategi penguatan tata kelola. Isu-isu terkini yang relevan akan diperbincangkan untuk membangun sinergi yang efektif di semua tingkatan.
Dengan meningkatnya perhatian terhadap pengelolaan GRC, berbagai organisasi dan individu terlibat dalam diskusi mendalam mengenai dampaknya. Keberhasilan tidak hanya dilihat dari ketaatan regulasi, tetapi juga dari hasil nyata yang dihasilkan dari kolaborasi yang baik.