PT Gudang Garam Tbk tengah menghadapi tantangan besar dalam kinerja keuangan mereka pada semester pertama tahun 2025. Penurunan laba bersih yang tajam disertai kabar mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap ribuan buruh memicu perhatian luas dari publik dan analis industri.
Dalam laporan keuangan yang dirilis per 30 Juni 2025, perusahaan hanya membukukan laba bersih sebesar Rp120,2 miliar. Angka ini mengalami penurunan drastis sebesar 87 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, di mana mereka mencatatkan laba sebesar Rp925,5 miliar.
Penyebab utama dari penurunan laba ini adalah berkurangnya pendapatan perusahaan, sementara biaya produksi tetap tinggi dan utang yang harus dibayar masih lumayan besar. Hal ini membuat manajemen harus mengambil langkah-langkah strategis untuk menyelamatkan perusahaan dari kondisi yang lebih buruk.
Analisis Mendalam Terhadap Penurunan Pendapatan Perusahaan
Hingga Juni 2025, Gudang Garam mencatatkan pendapatan sebesar Rp44,36 triliun, turun dari Rp50,02 triliun pada paruh pertama tahun 2024. Menyusutnya pendapatan ini menjadi sinyal bahwa perusahaan tengah mengalami tekanan yang cukup signifikan dalam pasar rokok.
Biaya pokok pendapatan tetap tinggi, tercatat mencapai Rp40,58 triliun. Dari jumlah tersebut, beban pita cukai dan pajak rokok saja sudah mencapai Rp32,89 triliun, berkontribusi besar terhadap merosotnya laba bruto perusahaan yang kini tinggal Rp3,78 triliun.
Setelah memasukkan beban usaha dan beban bunga, laba sebelum pajak pun mengalami penurunan drastis hingga menjadi Rp294,3 miliar. Setelah dikurangi pajak, laba bersih yang tersisa hanya sebesar Rp120,2 miliar, menciptakan tantangan besar bagi pengelolaan keuangan perusahaan.
Profil Utang dan Liabilitas Perusahaan yang Mengkhawatirkan
Total liabilitas Gudang Garam per 30 Juni 2025 tercatat Rp18,73 triliun. Meskipun angka ini lebih rendah dibandingkan Rp23,02 triliun pada akhir tahun 2024, tetap saja hal ini menunjukkan dominasi utang jangka pendek dalam struktur keuangan perusahaan.
Pinjaman bank jangka pendek mencapai Rp5,2 triliun dan mayoritas diperoleh dari beberapa bank besar. Ini menambah beban di mana total utang usaha dan utang pajak juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan secara serius.
Utang usaha tercatat sebesar Rp611,6 miliar, sementara utang pajak mencapai Rp20,9 miliar. Belum lagi utang cukai, PPN, dan pajak rokok yang mencapai Rp8,84 triliun, menambah kompleksitas proses manajemen risiko finansial yang harus dihadapi perusahaan.
Dampak PHK Massal Bagi Ekosistem Industri Rokok dan Perekonomian
Baru-baru ini, muncul kabar mengenai PHK massal di pabrik Gudang Garam. Jika kabar tersebut benar, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menegaskan bahwa ini menjadi indikasi rendahnya daya beli masyarakat yang berdampak langsung terhadap volume produksi.
Tidak hanya mempengaruhi perusahaan, PHK ini juga dapat berdampak berantai pada sektor tembakau, logistik, pedagang kecil, dan para pemasok. Hal ini memunculkan kekhawatiran serius mengenai potensi kehilangan pekerjaan hingga ratusan ribu buruh.
Dalam konteks tersebut, peran pemerintah sangat vital untuk menyelamatkan industri rokok nasional. Pengawasan dan tindakan strategis dibutuhkan agar ekosistem industri tetap terjaga dan tidak merugikan banyak pihak.
Saat ini, manajemen Gudang Garam belum memberikan tanggapan resmi terkait isu PHK maupun kinerja keuangan terbaru. Ketidakpastian ini semakin menambah kompleksitas situasi yang dihadapi perusahaan di tengah tekanan pasar yang semakin berat.