Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu menyampaikan kritik tajam terhadap Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengenai pemahaman yang keliru tentang perpajakan di Indonesia. Ia menegaskan bahwa fokus utama DJP seharusnya adalah meningkatkan kepatuhan wajib pajak, bukan hanya berorientasi pada angka penerimaan pajak semata. Meski demikian, kenyataannya, sistem perpajakan di Indonesia masih berjalan dengan pola yang salah.
“Target yang semestinya adalah meningkatkan kepatuhan wajib pajak, bukan sekadar mengejar revenue,” tegas Mari. Hal ini mencerminkan situasi di mana wajib pajak sering kali dikenakan denda, dan permasalahan pajak berlanjut hingga ke ranah pengadilan.
Mari juga menggarisbawahi bahwa rasio pajak Indonesia saat ini masih sangat rendah. Menurut data, pada semester pertama tahun 2025, rasio pajak Indonesia hanya mencapai 8,4 persen dari produk domestik bruto (PDB), jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN yang bisa mencapai 16 persen.
Kritik terhadap Kebijakan Perpajakan di Indonesia
Salah satu masalah yang menjadi sorotan Mari adalah efisiensi sistem administrasi perpajakan. Ia menyebutkan bahwa terdapat banyak tantangan yang menghambat pengoptimalan pajak di Indonesia. “Permasalahan struktural adalah salah satu faktor utama, sebagian besar perekonomian kita berasal dari sektor informal yang tidak dikenakan pajak,” ujarnya.
Lebih lanjut, Mari menekankan adanya banyak pengecualian dalam sistem perpajakan yang menyebabkan kebocoran potensi pendapatan. Misalnya, ambang batas pajak untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terbilang tinggi dan tidak sebanding dengan negara lain yang membuat banyak usaha kecil terhindar dari kewajiban pajak.
Di Indonesia, tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final untuk UMKM ditetapkan hanya 0,5 persen bagi usaha yang tidak melebihi omzet Rp4,8 miliar per tahun. Ini menunjukkan adanya ruang untuk perbaikan dalam kebijakan perpajakan yang lebih adil dan efektif.
Peluang Meningkatkan Rasio Pajak di Indonesia
Dengan menyitir penelitian dari Bank Dunia, Mari menyatakan bahwa Indonesia memiliki kemampuan untuk meningkatkan rasio pajaknya dari kisaran 10 persen menjadi 16 persen. Meningkatkan kepatuhan wajib pajak diklaim bisa menjadi solusi utama untuk mencapai target tersebut. “Hal ini dapat menambah rasio pajak sebesar 3,7 persen,” ucapnya.
Menurutnya, pemerintah juga perlu berfokus pada teknologi pemerintah (GovTech) yang dapat membantu meningkatkan kepatuhan pajak. Pendekatan ini dianggap krusial untuk mengatasi masalah perpajakan yang sudah berkepanjangan.
Di sisi lain, Mari menyoroti bahwa ada potensi tambahan 2,7 persen ke tax ratio yang dapat diraihnya melalui perubahan kebijakan pajak. “Kita bisa mempertimbangkan hal-hal seperti menaikkan pajak, menerapkan pajak kekayaan, atau menurunkan ambang batas pajak untuk UMKM,” tambahnya.
Perlunya Reformasi dalam Sistem Perpajakan
Mari menjelaskan bahwa reformasi dalam sistem perpajakan adalah suatu keharusan untuk mengatasi masalah yang ada. Dia merasa bahwa jika pemerintah serius menerapkan berbagai kebijakan tersebut, maka target tax ratio bisa dicapai. “Kita bisa melangkah kembali ke angka 16 persen jika semua kebijakan ini diterapkan,” ujarnya.
Kritik yang disampaikan Mari merupakan bagian dari upaya untuk membuka mata banyak pihak mengenai situasi perpajakan yang berlangsung di Indonesia. Dengan perhatian yang lebih besar terhadap kepatuhan, diharapkan solusi konkrit bisa ditemukan.
Melalui pendekatan yang lebih sistematis dan teknologi yang lebih baik, semua pihak diharapkan bisa saling mendukung untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih baik di Indonesia. Ini bukan hanya soal angka, tetapi tentang membangun kepercayaan antara pemerintah dan wajib pajak.