Indonesia saat ini menghadapi fenomena iklim yang dikenal dengan nama La Nina, yang diperkirakan akan terjadi pada akhir tahun ini dan mungkin berlangsung hingga awal tahun 2026. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan besar terkait dampak dari fenomena ini, terutama mengenai potensi banjir di berbagai daerah yang rentan mengalami cuaca ekstrim.
La Nina adalah suatu anomali iklim yang ditandai dengan penurunan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tropis yang lebih rendah dari suhu normal. Kejadian ini biasanya memengaruhi pola cuaca global secara signifikan.
Ketika La Nina terjadi, pola sirkulasi atmosfer yang dikenal dengan nama sirkulasi Walker akan berubah, yang dapat berdampak langsung terhadap iklim dan cuaca di berbagai belahan dunia. Fenomena ini bukanlah hal baru; La Nina bisa muncul secara berkala, dan setiap kejadian dapat berlangsung selama beberapa bulan hingga dua tahun.
Dampak La Nina terhadap Curah Hujan di Indonesia
Salah satu dampak utama dari La Nina adalah peningkatan curah hujan yang signifikan. Hal ini berkontribusi pada peningkatan risiko bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan fenomena cuaca ekstrim lainnya. Peningkatan curah hujan sering kali diperparah dengan kejadian angin kencang dan badai tropis.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa dengan adanya La Nina, beberapa wilayah di Indonesia akan mengalami musim hujan yang tiba lebih awal. Ketika curah hujan meningkat, potensi untuk terjadinya bencana dapat meningkat secara eksponensial.
Dari catatan BMKG, ada sekitar 294 Zona Musim (ZOM) yang teridentifikasi, di mana 42,1 persen dari total wilayah Indonesia akan memulai musim hujan lebih awal dibanding waktu biasanya. Hal ini termasuk sebagian besar wilayah selatan dan timur Indonesia.
Perpanjangan Durasi Musim Hujan dan Risikonya
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, mengungkapkan bahwa durasi musim hujan pada periode 2025/2026 akan lebih panjang daripada biasanya. Meskipun akumulasi curah hujan secara keseluruhan diprediksi berada dalam kategori normal, peningkatan durasinya tetap membawa risiko tertentu bagi masyarakat.
Panjang musim hujan ini perlu diwaspadai, terutama di daerah-daerah yang sudah teridentifikasi sebagai rawan bencana. Potensi banjir dan longsor mungkin meningkat, terutama dengan kondisi tanah yang sudah jenuh dengan air. Oleh karena itu, masyarakat di daerah berisiko perlu bersiap menghadapi kemungkinan yang terjadi.
BMKG tidak hanya meminta pemerintah daerah untuk lebih waspada, tetapi juga masyarakat agar memahami peringatan ini dengan baik. Kesadaran akan potensi bencana hidrometeorologi sangat krusial untuk meminimalkan dampak yang mungkin timbul.
Puncak Musim Hujan: Prediksi dan Solusi
Puncak musim hujan di Indonesia diprediksi akan terjadi pada bulan November hingga Desember untuk wilayah barat, sementara untuk wilayah selatan dan timur, puncaknya diharapkan terjadi pada Januari dan Februari. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena La Nina tidak hanya mempengaruhi awal musim hujan, tetapi juga mengubah pola curah hujan sepanjang tahun.
Perubahan ini menunjukkan pentingnya strategi mitigasi yang perlu diadopsi oleh pemerintah dan masyarakat. Beberapa langkah, termasuk pembangunan infrastruktur drainase, reboisasi, dan pendidikan masyarakat tentang siap siaga bencana, sangat direkomendasikan.
Dalam hal ini, kementerian terkait dan pemerintah daerah dituntut untuk berkolaborasi lebih intensif dalam merespons potensi risiko yang diakibatkan oleh perubahan iklim ini. Sinergi antara berbagai pihak akan sangat penting dalam menghadapi tantangan ini.