Direktur Utama PT Karya Citra Nusantara (KCN), Widodo Setiadi, membahas secara terbuka mengenai asal muasal proyek yang saat ini sedang ramai dibicarakan, yaitu proyek tanggul beton di Laut Cilincing, Jakarta Utara. Proyek ini sempat menuai kontroversi karena dianggap mengganggu aktivitas nelayan setempat. Namun, Widodo menegaskan bahwa proyek tersebut bukanlah solusi untuk membatasi akses nelayan, melainkan merupakan bagian dari pembangunan pelabuhan resmi hasil kerja sama antara pemerintah dan swasta.
Menurut Widodo, ide untuk melaksanakan proyek ini sebenarnya berawal dari inisiatif pemerintah daerah, tepatnya Pemprov DKI Jakarta pada masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso pada tahun 2004. Ia menjelaskan bahwa saat itu, Indonesia baru saja pulih dari krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1998, dan pemerintah sedang mencari cara untuk menggerakkan ekonomi tanpa menggunakan dana dari pemerintah. Maka, mereka menawarkan tender untuk proyek ini di bawah pemerintahan Presiden ke-5, Megawati Soekarnoputri.
“Jadi, proyek ini sebetulnya justru inisiatif oleh Pemprov DKI zamannya Gubernur Pak Sutiyoso tahun 2004,” ujarnya dalam acara yang berlangsung di Kawasan KCN Marunda. Penjelasan ini menyoroti bahwa pemerintah tidak mengeluarkan uang untuk proyek ini dan bahwa Pemprov DKI juga memiliki saham sebesar 26 persen dalam proyek tersebut melalui KBN.
Keterlibatan Pemerintah dalam Proyek KCN di Cilincing
KCN lahir dari proses tender yang diadakan oleh pemerintah, di mana dalam proses tersebut, perusahaan swasta terpilih sebagai pemenang. Perusahaan tersebut kemudian bekerja sama dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN), sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), untuk membentuk perusahaan patungan. Hal ini menunjukkan bahwa kolaborasi antara sektor publik dan swasta berperan penting dalam menjalankan proyek ini.
“Kami sebagai investor mengikuti semua aturan yang ditetapkan oleh regulator. Ketika kami memenangkan tender, kami berkolaborasi dengan KBN untuk membentuk anak perusahaan, yang merupakan KCN,” tambah Widodo. Ini menunjukkan bahwa kejelasan peran pemerintah dan swasta dalam proyek ini sangat penting untuk kesuksesan pelaksanaan proyek tersebut.
Dari hasil kolaborasi tersebut, KBN kini memiliki 17,5 persen saham di KCN tanpa perlu mengeluarkan modal tambahan. Dengan ini, status KCN sebagai mitra resmi pemerintah dalam proyek pelabuhan strategis semakin diperkuat dan legitimasi proyek ini semakin jelas.
Proyek Pelabuhan dan Implikasi Pajak bagi KCN
Widodo juga mengungkapkan kebingungannya mengapa ada anggapan bahwa KCN sedang membangun pulau komersial. Dia menegaskan bahwa fokus utama proyek ini adalah pembangunan pelabuhan, dan bukan kawasan perumahan. Menurutnya, perusahaan tidak memiliki hak untuk menjual atau kavling tanah untuk perumahan, karena ini adalah proyek milik pemerintah.
“Kami bukan membuat pulau untuk dijual. Proyek ini adalah pelabuhan, yang berarti kami tidak memiliki hak untuk menjual apapun,” ungkapnya. Hal ini menggarisbawahi keseriusan dan komitmen KCN terhadap proyek ini serta memahami tanggung jawabnya sebagai mitra pemerintah.
Kewajiban pajak yang dibayar KCN juga perlu dicatat. “Kami membayar PBB sekitar Rp25 miliar per tahun. Meskipun ini adalah tanah pemerintah, kami tetap berkontribusi secara finansial untuk pembangunan daerah,” tambahnya. Pembayaran pajak ini menjadi salah satu instrumen untuk membantu pembangunan ekonomi lokal di sekeliling proyek pelabuhan.
Fungsi Breakwater dalam Proyek KCN
Struktur beton yang saat ini ramai dibicarakan sebagai “tanggul” sebenarnya berfungsi sebagai breakwater atau pemecah gelombang. Menurut Widodo, keberadaan breakwater adalah untuk melindungi pelabuhan dari gelombang yang besar. “Breakwater ini sudah mencapai 280 meter dan jika semuanya selesai, tidak akan dibutuhkan lagi giant sea wall,” jelasnya.
Sebagai bagian dari proyek pelabuhan, breakwater dirancang untuk memberikan perlindungan yang cukup bagi pelabuhan. Dengan silangannya yang sudah selesai, proyek ini dinilai aman untuk kegiatan pelayaran dan tidak akan mengganggu aktivitas nelayan, seperti yang dipikirkan banyak orang.
Proses pembangunan pelabuhan KCN saat ini sudah mencapai 70 persen. Pier 1 telah rampung, dan Pier 2 ditargetkan selesai pada tahun 2025. Sementara Pier 3 yang menjadi sorotan, saat ini masih dalam tahap pengerjaan. Widodo menetapkan target keseluruhan proyek selesai pada tahun 2026, bertepatan dengan perayaan ulang tahun ke-500 DKI Jakarta.
Kolaborasi untuk Menggerakkan Ekonomi Lokal
Widodo mengungkapkan bahwa kolaborasi menjadi kuncinya dalam proyek ini. Pada tahun 2026, diharapkan Pier 3 dan proyek jalan tol New Priok Eastern Access (NPEA) akan selesai, yang akan saling berkaitan dengan Pelindo. Hal ini tidak hanya akan mendongkrak logistik nasional tetapi juga berdampak positif pada penyerapan tenaga kerja.
Video yang diunggah mengenai kesulitan nelayan dalam melintas karena adanya tanggul beton ini menarik perhatian banyak publik. Panjang struktur tersebut yang mencapai 2-3 kilometer membuat nelayan harus memutar jauh untuk mendapatkan hasil tangkapannya. Ini menunjukkan bahwa sensitifitas terhadap aktivitas nelayan sangat penting dalam pelaksanaan proyek ini.
Sebagai tanggapan, Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan verifikasi terhadap proyek KCN. Hasilnya menunjukkan bahwa proyek KCN memiliki izin lengkap, termasuk Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL), dan memastikan bahwa struktur tersebut bukan bagian dari proyek giant sea wall. Kejelasan ini diharapkan dapat mengurangi kontroversi yang mengelilingi proyek ini dan memberikan jaminan bagi semua pihak yang terlibat.