Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) baru-baru ini memastikan bahwa kontaminasi radioaktif pada udang beku asal Indonesia yang diekspor ke Amerika Serikat hanya terjadi pada satu pengiriman tertentu. Meski kasus ini menarik perhatian, KKP menegaskan bahwa hal tersebut tidak mewakili keseluruhan ekspor udang Indonesia.
Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan, Ishartini, menjelaskan bahwa kontaminasi ini bersifat insidental. Langkah-langkah cepat telah diambil untuk mengatasi masalah ini dan menjaga kepercayaan pasar global terhadap produk perikanan Indonesia.
Kasus kontaminasi radiasi ini bermula ketika FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan AS) menerima laporan dari Customs and Border Protection mengenai kandungan radioaktif Cesium-137 (Cs-137) dalam satu kontainer udang. Penemuan ini memicu serangkaian pemeriksaan untuk memastikan keamanan produk yang dihasilkan.
Proses Penyelidikan Terhadap Kontaminasi Radioaktif
Proses investigasi dimulai dengan pengambilan sampel dari produk yang dicurigai. FDA mendapati kadar radiasi pada udang tersebut mencapai 68 Bq/kg, yang jauh di bawah batas ambang internasional sebesar 1.200 Bq/kg. Namun, kadar ini tetap dianggap berisiko jika dikonsumsi dalam jangka panjang.
Pengujian lanjutan kemudian dilakukan terhadap produk dari PT Bahari Makmur Sejati (BMS Foods) yang berlokasi di Banten. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa satu-satunya produk yang terpengaruh adalah dari pabrik ini, sehingga keputusan untuk memasukkan produk BMS ke dalam red list diambil oleh FDA.
Selanjutnya, KKP bekerja sama dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) untuk menelusuri rantai pasok udang tersebut. Penelusuran ini mencakup pengujian tambak dan bahan baku, dan hasilnya menunjukkan bahwa tidak adanya temuan Cs-137 di lokasi tersebut, yang mengindikasikan sumber kontaminasi berasal dari lingkungan sekitar pabrik.
Indikasi Sumber Kontaminasi di Lingkungan Pabrik
Bapeten menemukan bukti adanya paparan radioaktif di area luar pabrik BMS di Cikande. Indikasi tersebut berpotensi disebabkan oleh besi tua yang ada di sekitar pabrik, yang diduga menjadi penyebab pencemaran. Paparan radioaktif dapat terjadi melalui berbagai saluran, termasuk udara.
Dalam upaya penanggulangan, pihak KKP telah menghentikan sementara produksi udang di pabrik BMS untuk memastikan keselamatan produk. Selain itu, area pabrik telah dikarantina guna meminimalisir risiko lebih lanjut.
Kerjasama antara KKP dan Bapeten juga menjadi langkah strategis ke depannya. Keduanya sepakat untuk memperkuat sistem penjaminan mutu ekspor, terutama dalam hal pengujian radioaktif yang selama ini kurang mendapat perhatian. Hal ini diharapkan dapat mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.
Meningkatkan Sistem Penjaminan Mutu dan Keamanan Produk
Kementerian Kelautan dan Perikanan juga berencana memperbaiki prosedur dan koordinasi antar lembaga untuk memastikan keandalan produk perikanan yang masuk ke pasar internasional. Bea Cukai, Balai Kesehatan, dan Balai Karantina akan dilibatkan lebih lanjut dalam proses ini untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi standar keamanan yang berlaku.
Ishartini mengingatkan bahwa kejadian ini terisolasi dan tidak berdampak pada pabrik atau tambak lainnya. Hal ini penting untuk menjaga reputasi industri perikanan Indonesia di kancah global, yang sangat bergantung pada kepercayaan konsumen.
KKP juga berkomitmen untuk terus melakukan monitoring terhadap rantai pasok serta menyelesaikan masalah ini secara komprehensif. Upaya ini akan mencakup berbagai aspek mulai dari produksi hingga distribusi produk, guna memastikan bahwa semua standar terpenuhi.